Saturday 10 January 2009

DMI PUSAT


Dr KH Tarmizi Taher, Ketua Umum PP Dewan Masjid Indoneia (2006-2010)
Masjid Sebagai Pusat Kegiatan Pemberdayaan
“Salah satu masalah yang lengket dengan umat Islam, yang pertama adalah keterbelakangan. Kedua, kemiskinan. Ketiga, edukasi yang tertinggal. Tiga hal inilah yang harus dirubah,” ungkap Ketua Umum PP Dewan Masjid Indoneia (2006-2010) Dr KH Tarmizi Taher.

Menurutnya, keterbelakangan, kemiskinan dan edukasi yang tertinggal bukan hanya urusan pemerintah, tapi urusannya masyarakat. Dan kadang-kadang kegiatan dalam era globalisasi ini masyarakat lebih lincah daripada pemerintah.
Untuk merubah keterbelakangan, kemiskinan dan edukasi yang tertinggal itu, kata mantan Menteri Agama Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi perlu kerjasama. Ia mencontohkan, seperti yang dilakukan Dewan Masjid Indoneia dengan Yayasan Damandiri. Keduanya membangun kerja sama kemitraan untuk mengembangkan Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) berbasis masjid.
Sebagai Pimpinan Dewan Masjid Indonesia, penerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta kelahiran Padang 7 Oktober 1936, memiliki visinya ke depan menjadikan masjid sebagai sentral pembinaan agama, iman, ibadah, ekonomi, dan pendidikan. ‘’Masjid bukan hanya untuk ibadah saja, masjid itu di dalam hadits adalah baituttaqwa (rumah untuk mencetak diri agar bertaqwa),” kata suami dari Hj Djoesma.
Melalui penandatanganan MoU dengan Yayasan Damandiri, Dewan Masjid terus berupa memakmurkan masjid-masjid di Indonesia. “Ini merupakan salah satu upaya efektif untuk menguatkan komitmen pemberdayaan kepada masyarakat dan mensukseskan manusia Indonesia seutuhnya,” tandas buah cinta pasangan almarhumah Djawanis Syarief dengan Mohamad Taher Marah Sutan ini.
Niatnya memakmurkan umat terlihat sangat jelas dari semangatnya yang luar biasa dalam memimpin Dewan Masjid Indonesia. Bukan hanya dengan Damandiri, tapi juga instansi lain pun, seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun, lembaga yang dipimpinnya itu menjalin kerja sama. Kerjasama dengan Damandiri sebagai wujud dari forum pengembangan masjid Yayasan Damandiri di tahun 2008 ini guna menyempurnakan 50 sampai 100 target masjid, yang sebelumnya 30 masjid sudah bisa menjadi rujukan untuk masjid-masjid sekitarnya sebagai pusat study, semisal seperti Jogjakarta.
Untuk mengetahui lebih lanjut, belum lama ini wartawan Hari Setiyowanto dari Majalah Gemari mewawancarai Ketua Dewan Masjid Indonesia satu ini, di sela kegiatan penandantangan MoU dengan Yayasan Damandiri, di lantai 11 Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan.
Berikut petikannya:

Seberapa penting perlunya bersatunya kekuatan ormas Islam di Indonesia di tengah merebaknya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam mengacaukan kondisi bangsa?
Bersatunya kekuatan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU), sangat diperlukan dalam mencegah munculnya kelompok radikalisme yang bermaksud menjatuhkan citra Islam di Indonesia. Ini sangat penting. Karena setelah mereka menjatuhkan martabat Islam, kelompok ini tidak segan-segan menamakan dirinya sebagai pembela-pembela Islam.
Harapan ini bukan hanya ditujukan kepada dua kelompok organisasi Islam yang yang cukup besar dan berpengaruh dikalangan masyarakat, tapi juga untuk seluruh umat Islam yang ada di Indonesia. Karenanya para da’i dan agamawan perlu mengembangkan pola keberagamaan yang humanis dan inklusif.
Pada prinsipnya setiap agama mengandung unsur-unsur nilai perennial, yaitu keadilan, persaudaraan, saling menghargai, dan kerjasama antar umat manusia di dunia ini. Karena itu, ukhuwah dan persatuan harus dijadikan ujung tombak sekaligus perioritas dakwah masa kini.
Tanpa ukhuwah dan persatuan, bangsa Indonesia yang sangat majemuk dan meyakini lima agama ini, akan selalu terancam disintegrasi. Terlebih di dunia yang semakin menjadi kampung besar ini, perdamaian dan kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan bisa tercapai.
Karenanya, sudah saatnya mutual respect kerukunan antar umat beragama ditumbuh kembangkan dalam masyarakat Indonesia. Dalam kaitan ini, kita harus mengedepankan titik temu atau kalimat yang sama. Titik temu dalam era reformasi yang kebablasan ini adalah ukhuwah dan persatuan.

Lalu terkait MoU antara Dewan Masjid Indonesia dengan Yayasan Damandiri?
Dewan Masjid Indonesia ini mengorganisir 700 ribu masjid di Indonesia belum termasuk mushola. Kalau dijumlahkan dengan Musholla, totalnya bisa mencapai sejuta lebih. Dalam kaitan ini kita bisa menjadikan masjid sebagai center (pusat) kegiatan. Pusat kegiatan ibadah itu sudah lama. Tetapi belum dijadikan pusat kegiatan pendidikan, ekonomi dan kebudayaan.
Nah, Yayasan Damandiri bergerak dalam bidang memandirikan masyarakat. Jadi kita pilih untuk melatih beberapa orang dari masjid tertentu, dan untuk sementara diutamakan di wilayah Jawa dulu. Mulai masjid dari Banten sampai Banyuwangi itu akan kita pilih beberapa orang untuk dilatih memanaj masjid, mamanaj kemandirian umat dan kemandian kelompok-kelompok masyarakat. Sehingga dengan kemandirian masyarakat itu yang kita sasarkan adalah kemakmuran dari bangsa dan umat ini.
Soal kemakmuran ini kan bukan soal pemerintah, tapi juga soal pendidikan, organisasi kemasyarakatan. Dalam kaitan itu kita kerjasama dengan Yayasan Damandiri untuk melatih beberapa orang dari Dewan Masjid Indonesia, khususnya yang ada di Jawa, untuk menjadi trainner-Trainning of Trainner (TOT).
Jadi di daerah, mereka nanti bisa melatih anggota Dewan Masjid di kabupaten, kota atau propinsi. Jadi konsep Yayasan Damandiri ini sederhana sekali. Bagaimana tenaga-tenaga itu kita bina, sehingga mereka tidak tergantung pemerintah. Ini artinya mereka juga menghargai pemerintah.
Nah ini adalah langkah-langkah positif yang diadakan Yayasan Damandiri untuk masyarakat. Damandiri juga sudah melakukan pemberdayaan melalui berbagai bidang.
Setelah ditandatangani MoU, lalu kapan pelaksanaannya?
Pelaksanaannya sesegara mungkin. Kami akan segera memilih masjid-masjid mana di Pulau Jawa yang kita pilih. Terus untuk satu kali pendidikan atau pelatihan itu berapa orang. Dengan begitu TOT ini segera bergerak atau dilaksanakan. Jadi kita tidak akan lama-lama.

Lalu kriteria masid yang akan dipilih nantinya seperti apa?
Masjid itu kriterianya dalam Islam jelas. Di masjid itu ada sholat Juma’at, sedangkan di mushola itu tidak ada. Tapi di mushola bisa dilakukan sholat lima waktu. Jadi kriteria masjid kita sudah jelas dan sesuai dengan ketentuan Departemen Agama.

Lalu bagaimana upaya untuk memberdaykan masjid-masjid yang sering kosong sebagai pusat pemberdayaan masyarakat?
Benar sekali. Belum lama ini kami mnegadakan seminar di salah satu masjid, dan yang diundang adalah masjid-masjid seputar masjid tempat seminar itu. Para pengurus masjid-masjid kecil-kecil yang kami undang itu mengakui bila mereka kekurangan sumber daya manusia. Akhirnya mereka meminta masjid tersebut sebagai pusat kegiatan pemberdayaan, antara lain pemberdayaan ekonomi melalui manajamen pengelolaan zakat dari masyarakat. Dan setiap tahun dana zakat yang terkumpul selalu naik sekitar 10 persen.
Untuk itu agar masjid menjadi maju maka mereka harus mengubah manajemen masjid kampung dari manajamen kampung (biasa).

Sebetulnya secara umum apa yang Anda lihat dari kehidupan umat Islam di Indonesia itu?
Salahsatu masalah yang lengket dengan umat Islam, yang pertama adalah keterbelakangan. Kedua , kemiskinan. Ketiga, edukasi yang tertinggal. Tiga hal inilah yang harus kita rubah. Namun itu tidak dapat kami lakukan sendiri, tapi dengan menggandeng Yayasan Damandiri. Kenapa? Karena memang keterbelakangan, kemiskinan dan edukasi yang tertinggal bukan hanya urusan pemerintah, tapi urusannya masyarakat. Dan kadang-kadang kegiatan dalam era globalisasi ini masyarakat lebih lincah daripada pemerintah.
Demikian pula ketika kami melihat konsep-konsep Yayasan Damandiri ini, konsepnya sederhana, tidak rumit. Sehingga kami optimis melalui kerjasama kemitraan dengan Damandiri ini kami bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar ratusan ribu masjid.

Apa keinginan Anda melalui kegiatan Posdaya berbasis masjid ke depan?
Kami ingin agar mereka yang tergabung dalam Posdaya menjadi orang-orang kaya baru karena kuat secara financial, jika tidak 100 persen terealisasi, kita turunkan targetnya menjadi 50 persen atau 30 persennya, yang penting ada peningkatan untuk maju.
Sekarang ini kebanyakan dinegara lain, kaum mayoritas memiliki kekayaan local. Tidak seperti di Indonesia, hampir semua produk milik asing dan investasipun dikuasai mereka. Kita harus berubah dengan memberdayakan masyarakat. Karena kalau tidak, dalam 25 tahun kedepan dapat dipastikan kita akan terpuruk dan berkutat dalam kemiskinan.
Karen itu kami berterimakasih kepada Yayasan Damandiri karena dipercaya untuk berpartner mengentaskan kemiskinan ditingkat akar rumput melalui kerjasama yang solid dengan pengembangan Posdaya berbasis masjid.

No comments: